Menu

Mode Gelap
NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan? Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!! Ngaji Burdah syarah Mbah Sholeh Darat  ( 2 ) Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat ( 2 )

Kabar · 30 Apr 2016 17:47 WIB ·

Rais Syuriah NU: Insyaallah Tidak Akan Ada Gereja Dibakar di Jepara


 Rais Syuriah NU: Insyaallah Tidak Akan Ada Gereja Dibakar di Jepara Perbesar

Mbah Ubaid di gereja
JEPARA – Ribuan kendaraan di Indonesia jika saling mematuhi aturan dan rambu lalu lintas, maka tidak akan tabrakan walau mereka bercampur di jalanan. Agar tetap berbaur dan tidak tabrakan, antar umat beragama itu harus saling tahu rambu-rambu sebagaimana ibarat tersebut.
Demikian disampaikan KH Ubaidillah Umar, Rais Syuriah NU Jepara dalam kesempatan silturrahim bersama puluhan pendeta wilayah klasis III, di Gereja Injili Tanah Jawi (GITJ) Jl. Pemuda, Jepara, Jumat (22/04) petang.
Mbah Ubaid menjelaskan bahwa antara pemuka agama haruslah saling memahami praktik atas keyakinan masing-masing agar tidak terjadi miskomunikasi. Itu sangat berguna untuk menjaga kerukunan warga dan kenyamanan menjalankan keyakinan agama.
Mbah Ubaid menceritakan, di ajaran Budha, para biku punya amalan perutnya tidak boleh diisi makanan yang dikunyah mulai jam 12 siang hingga jam 6 pagi. Dalam pertemuan antar warga beda agama yang acaranya berjalan dari pagi sampai sore, mereka harus diberikan kesempatan makan duluan sebelum jam 12 siang agar tetap bisa menjalankan puasanya sesuai keyakinan masing-masing.
Begitu juga soal komunikasi antar tokoh agama. Agar tertib sosial bisa diciptakan, baik pendeta, biksu atau kyai, harus silaturrahim. Mbah Ubaid mencontohkan, jika ada anggota gereja atau jamaah kiai di desanya yang dianggap mengganggu ketertiban umum, pertama yang dilapori adalah pemuka agama setempat. “Ada 25 nomor telpon pendeta di hape saya,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Pendeta Edi Cahyono, mengaku senang atas apa yang disampaikan oleh Rais Syuriah PCNU Jepara itu. “Perbedaan itu pasti ada, yang penting saling menghormati. Yesus juga memerintahkan kami untuk saling mengasihi hingga kepada musuh sekalipun,” terangnya.
Soal pemahaman praktik agama, Edi Cahyono juga menjelaskan jika para pendeta paham adanya sandal yang haram masuk masjid, tidak sebagaimana sandal bebas dipakai ke gereja. “Ini kami paham,” tandas Edi.
Terjadinya kisruh antar warga, menurut Mbah Ubaid, karena tidak memahami rambu-rambu. Silakan islamisasi dan kristenisasi berjalan, asal patuh pada rambu-rambu. “Saya islamisasi Anda kristenisasi. Mau tidak mau, itu harus diakui. Namun, kalau dalam prosesnya masing-masing paham rambu-rambu, tidak akan terjadi tabrakan,” ujarnya.
Mbah Ubaid menjelaskan praktiknya. Jika ada muslim masuk Kristen atas kesadaran sendiri, berikan info ke kiai. Begitu juga sebaliknya. Itu semata-mata untuk menghindari pecahnya permusuhan berlebihan. “Jangan kuatir, gereja tidak akan dibakar NU. Kalau ada begitu, bukan Islam NU,” katanya. (abd)

Artikel ini telah dibaca 34 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

NU Peduli Bersama Kemenag Jepara Salurkan Bantuan Bagi Warga Dorang

20 Maret 2024 - 19:56 WIB

Belajar Dari Geomorfologi “Banjir” Eks Selat Muria, Mau Diapakan?

19 Maret 2024 - 13:50 WIB

Kisah Raden Kusen, Senopati Terakhir Majapahit Saat Menghadapi Gempuran Demak (2)

18 Maret 2024 - 23:03 WIB

Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!!

16 Maret 2024 - 23:52 WIB

Sedulur Papat Limo Pancer, Wejangan Ruhani Sunan Kalijaga

15 Maret 2024 - 00:06 WIB

Kisah Raden Kusen, Senopati Terakhir Majapahit Saat Menghadapi Gempuran Demak (1)

13 Maret 2024 - 17:35 WIB

Trending di Headline