Menu

Mode Gelap
Mbah Dimyathi: Jadi Wali Itu Mudah, Ngaji Lebih Sulit!! Ngaji Burdah syarah Mbah Sholeh Darat  ( 2 ) Ngaji Burdah Syarah Mbah Sholeh Darat ( 2 ) Niat Puasa Ramadan Sebulan Penuh ? Ini Bacaan Niatnya Fadhilah Shalat Tarawih 7 Hari Pertama di Bulan Ramadan

Opini · 4 Mei 2020 05:29 WIB ·

Masyarakat Miskin dan Data Kemiskinan di Desa


 Masyarakat Miskin dan Data Kemiskinan di Desa Perbesar

Oleh : Purwanto, Ketua GP Ansor Ranting Suwawal

Data kemiskinan, siapa yang bertanggung jawab? Soal data kemiskinan sebetulnya sudah ada upaya perbaikan dari waktu ke waktu dari pemerintah. Dari semula yang banyak lembaga dan kementerian mempunyai data dan indikator masing-masing, sekarang menjadi terpusat dalam satu data. Yakni DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial). DTKS merupakan sumber data pemerintah untuk menetapkan siapa yang dianggap berhak menerima bantuan sosial.

Banyak pernyataan maupun pertanyaan yang seringkali muncul terkait data kemiskinan. Itu bantuan sosial tidak tepat sasaran, lho, masih muda sehat, masih kuat bekerja kok malah dapat bantuan. Itu lansia sebatangkara kok tidak pernah dapat bantuan apapun, janjane petugase ki do kerjo pora?

Lapor ke pak RT, kata Pak RT tidak tahu, itu urusan desa. Sampai ke desa, desa juga menjawab tidak tahu katanya data dari pusat. Melihat realitas di lapangan yang begitu kompleks, maklum kalau banyak kekecewaan dari sebagian masyarakat yang sudah mencoba pro aktif menanyakan soal data kemiskinan, ini bagi warga yang berani bertanya. Sedangkan warga miskin seringkali tidak mau tahu atau memang benar-benar tidak tahu, apapun jawaban dari pihak desa biasanya diterima, dan pulang dengan perasaan sempit di dada.

Salah satu temuan menarik dari Abhijit V. Banerjee dan Esther Duflo dalam bukunya yang berjudul  Poor Economics: a Radical Rethinking of the Way to Fight Global Poverty adalah warga miskin seringkali tidak mengetahui informasi, akibatnya banyak dari warga miskin yang tidak terlibat dalam berbagai program dari pemerintah, misalnya imunisasi, bahaya hiv dll. Kondisi ini sekaligus menjelaskan warga miskin cenderung menerima nasib terkait program bantuan sosial, tidak ada upaya untuk mempertanyakan kenapa yang bersangkutan  selama ini tidak menerima bantuan sosial. Jangankan menanyakan soal data, mereka mau kebalaidesa saja sudah luarbiasa, meskipun sebelum masuk terkadang masih dilepas sandalnya.

Mengapa aparat di lapangan seringkali terkesan saling lempar jika ada pertanyaan tentang DTKS?. Berikut adalah kronologi singkatnya, supaya kita juga tahu. Tidak hanya menyalahkan. Kalau sama-sama tidak tahu terus berdebat, biasanya bukan solusi yang muncul melainkan adu gengsi.

1. Tahun 2005 dilaksanakan pendataan sosial ekonomi (PSE) oleh badan pusat statistik (BPS) (sensus kemiskinan pertama di indonesia). Menghasilkan data rumah tangga miskin (RTM) dan rumah tangga hampir miskin (RTHM). Digunakan untuk bantuan langsung tunai (BLT) dan PKH.

2. Tahun 2008 dilaksanakan pendataan program perlindungan sosial (PPLS).

3. Tahun 2011 data PPLS (data 40% menengah ke bawah) oleh BPS diserahkan kepada tim nasional percepatan penanggulangan kemiskinan (TNP2K) untuk dijadikan basis data terpadu (BDT). BDT digunakan berbagai program bantuan dan program perlindungan sosial tahun 2012-2014.

4. Tahun 2015 BDT hasil PPLS 2011 dimutakhirkan oleh BPS melalui pemutakhiran basis data terpadu (PBDT) dan diserahkan ke kemensos melalui pusdatin kessos.

5. Tahun 2016 pengelolaan data terpadu berada di bawah kemensos melalui pusdatin kessos untuk tanggungjawab pemutakhiran data terpadu diserahkan kepada daerah masing-masing.

6. Tahun 2017 dikembangkan aplikasi SIKS-NG yang digunakan untuk mengelola data terpadu program penanganan fakir miskin dan orang tidak mampu (DT PPFM & OTM) untuk program PKH, dan BPNT.

7. Tahun 2019 perubahan nomenklatur dari DT PPFM & OTM menjadi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).

Jadi kalau desa menjawab tidak tahu, bisa jadi karena memang tidak terlibat dari awal soal pendataan oleh BPS, atau dilibatkan akan tetapi tidak faham kronologinya. Mungkin juga yang dilibatkan pemerintah desa yang terdahulu sehingga dalam rentang lima belas tahun informasinya memang sudah tereduksi.

Akan tetapi sekarang, seharusnya masalah data kemiskinan sudah diminimalisir sejak dari desa. Karena sudah ada DTKS, artinya masing-masing desa sudah bisa melihat siapa saja warganya yang sudah dan belum masuk DTKS, siapa yang sudah dapat bansos dan lain-lain.

Jadi hari ini seharusnya sudah tidak ada lagi jawaban dari desa kepada masyarakat yang bertanya tentang data kemiskinan, bahwa desa tidak tahu terkait data tersebut karena dari pusat.

Terkait dinamika data di tingkat desa InsyaAllah akan diulas dalam tulisan selanjutnya. Misalnya adalah kebanyakan desa, belum memberikan perhatian atau insentif kusus bagi petugas/ admin DTKS di tingkat desa. (*)

Artikel ini telah dibaca 28 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Akselerasi Khidmah NU dan Keberjamaahan

17 Februari 2023 - 05:47 WIB

Hari Santri Nasional Dan Pembangunan Peradaban

24 Oktober 2022 - 04:21 WIB

Shiddiqiyah : Thoriqoh Yang Mu’tabar (otoritatif) ataukah yang “nrecel” (Keluar Jalur) ?

15 Juli 2022 - 07:58 WIB

Jepara, Investasi Agrobisnis dan Jihad Pertanian NU

30 Mei 2022 - 02:50 WIB

Santri dan Filologi Islam Nusantara

25 April 2022 - 03:21 WIB

Mengurai Kontroversi Zakat Fitrah dengan Uang

25 April 2022 - 03:14 WIB

Trending di Hujjah Aswaja